BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka
bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau hilangnya jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan
radiasi. Luka bakar merupakan salah satu jenis trauma yang mempunyai angka
morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak
awal (fase syok ) sampai fase lanjut.
Pada
kasus luka bakar ini harus diperhatikan berbagai aspek, karena pada kasus luka
bakar memerlukan biaya yang sangat besar, perlu perawatan yang lama, perlu
operasi berulang kali, bahkan meskipun sembuh bisa menimbulkan kecacatan yang
menetap, sehingga penanganan luka bakar sebaiknya dikelola oleh tim trauma yang
terdiri dari tim spesialis bedah ( bedah plastik, bedah toraks, bedah anak ),
intensitas, spesialis penyakit dalam (khususnya hematologi, gastroenterologi,
ginjal dan hipertensi), ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikolog,
namun celakanya seringkali menimpa orang-orang yang tidak mampu.
Luka
bakar pada penatalaksanaan antara anak dan dewasa pada prinsipnya sama namun
pada anak akibat luka bakar dapat menjadi lebih serius. Hal ini disebabkan anak
memiliki lapisan kulit yang lebih tipis, lebih mudah untuk kehilangan cairan,
lebih rentan untuk mengalami hipotermia (penurunan suhu tubuh akibat
pendinginan).
Luka
bakar pada anak 65,7% disebabkan oleh air panas atau uap panas (scald).
Mayoritas dari luka bakar pada anak-anak terjadi di rumah dan sebagian besar dapat dicegah. Dapur dan ruang
makan merupakan daerah yang seringkali menjadi lokasi terjadinya luka bakar.
Anak yang memegang oven, menarik taplak dimana di atasnya terdapat air panas,
minuman panas atau makanan panas.
Prognosis
dan penangangan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya permukaan
luka bakar; dan penanganan sejak fase awal sampai penyembuhan. Selain itu
faktor letak daerah yang terbakar, usia, dan keadaan kesehatan penderita juga
turut menentukan kecepatan penyembuhan.
Oleh
karena itu, semua orang khususnya orangtua, harus meningkatkan pengetahuan
mengenai luka bakar dan penanganannya, terutama pada anak-anak.
B.
Tujuan
1. Tujuan
Umum
Tujuan umum peneliti adalah
memberikan asuhan keperawatan pada pasien luka bakar sesuai dengan diagnosa
yang muncul.
2. Tujuan
Khusus
Secara khusus peneliti bertujuan agar
mahasiswa :
a. Dapat
melakukan pengkajian dengan cara mencari data subyektif dan data obyektif pada
pasien luka bakar.
b. Dapat
menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien luka bakar berdasarkan data yang
didapatkan.
c. Dapat
menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien luka bakar.
d. Dapat
melakukan tindakan keperawatan pada pasien luka bakar
e. Dapat
melakukan evaluasi pada pasien luka bakar.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Pengertian Luka
Bakar
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
oleh energi panas atau bahan kimia atau benda-benda fisik yang menghasilkan
efek baik memanaskan atau mendinginkan.Luka bakar (combustio) adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air
panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi ( Moenajat, 2001).
Luka bakar merupakan ruda paksa yang disebakan oleh tehnis. Kerusakan yang terjadi pada penderita
tidak hanya mengenai kulit saja, tetapi juga organ lain. Penyebab ruda paksa
tehnis ini berupa api, air, panas, listrik, bahkan kimia radiasi, dll. Luka bakar adalah
suatu keadaan dimana integritas kulit atau mukosa terputus akibat trauma api,
air panas, uap metal, panas, zat kimia dan listrik atau radiasi.
Luka bakar adalah luka yang disebabkan kontak dengan suhu tinggi
seperti api, air panas, bahkan kimia dan radiasi, juga sebab kontak dengan suhu
rendah (frosh bite). (Mansjoer 2000 : 365).
Apabila luka bakar digolongkan berdasarkan usia pasien dan jenis cedera
maka polanya adalah:
1.
Toddler lebih sering menderita
luka bakar akibat tersiram air panas
2.
Anak-anak yang lebih besar lebih cenderung mengalami luka bakar akibat api
3.
20% dari semua kasus pediatrik dapat disebabkan oleh penganiaan
anak (Herndon dkk,1996)
4.
Anak-anak yang bermain korek api atau pemantik api menyebbabkan 1 dari
10 kasus kebakaran rumah.
Luasnya destruksi jarinang ditentukan dengan mempertimbangkan intensitas sumber
panas, durasi kontak atau pajanan, konduktifitas jariangan yang terkena, ddan
kecepatan energi panas meresap kedalam kulit. Pajanan singkat terhadap panas
berintensitas tinggi akibat api dapat mengakibatkan luka bakar yang sama dengan
luka bakar akibat pajanan lama terhadap panas berintensitas dalam air panas.(
wong,2008)
B.
Etiologi
Luka
bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ketubuh. Panas
tersebut mungkin dipindankan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik.
Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar. Beratnya luka bakar juga
dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas (misal suhu benda
yang membakar, jenis pakaian yang terbakar, sumber panas : api, air panas dan
minyak panas), listrik, zat kimia, radiasi, kondisi ruangan saat terjadi kebakaran dan ruangan yang tertutup.
Faktor
yang menjadi penyebab beratnya luka bakar antara lain :
1.
Keluasan luka bakar
2.
Kedalaman luka bakar
3.
Umur pasien
4.
Agen penyebab
5.
Fraktur atau luka –
luka lain yang menyertai
6.
Penyakit yang dialami
terdahulu seperti diabetes, jantung, ginjal, dll
7.
Obesitas
8.
Adanya trauma inhalasi
C.
Patofisiologi
Cedera
panas menghasilkan efek lokal dan efek sistemik yang berkaitan dengan luasnya
destruksi jaringan. Pada luka bakar suferfisial, kerusakan jaringan minimal.
pada luka bakar ketebalan/sebagian terjadi edema dan kerusakan kapiler yang lebih
parah. Dengan luka bakar mayor lebih dari 30% TBSA, terdapat respons sistemik
yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler, yang memungkinkan protein plasma,
cairan, dan elektroloit hilang. Pembentukan edema maksimal pada luka kecil
terjadi sekitas 8 sampai 12 jam setelah cedera. Setelah cedera yang lebih
besar, hipovolemia, yang dikaitkan dengan fenomena tersebut, akan melambatakan
laju pementukan edema, dengan efek maksimum terjadi pada 18 sampai 24 jam.
Respon
sistemik lainnya adalah anemia, yang disebbakn oleh penghancuran sel darah
merah secara langsung oleh panas, hemolisis sel darah merah yang cedera, dan
terjebaknya sel darah merah dalam trombi mikrovaskular sel-sel yang rusak.
Peneurunan jumlah sel-sel darah merah dalam jangka-panjang dapat mengakibatkan
pengurangan masa hidup sel darah merah. Pada awalnya terdapat peningkatan
aliran darah ke jantung, otak, dan ginjal dengan penurunan aliran darah ke
saluran gastrointestinal. Terrdapat peningkatan metabolisme untuk
mempertahankan panas tubuh, yang disediakan untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan energi tubuh.(wong,2008)
Fisiologi syok pada luka bakar akibat dari lolosnya cairan dalam
sirkulasi kapiler secara massive dan berpengaruh pada sistem
kardiovaskular karena hilangnya atau rusaknya kapiler, yang menyebabkan cairan
akan lolos atau hilang dari compartment intravaskuler kedalam jaringan
interstisial. Eritrosit dan leukosit tetap dalam sirkulasi dan
menyebabkan peningkatan hematokrit dan leukosit. Darah dan cairan akan
hilang melalui evaporasi sehingga terjadi kekurangan cairan.
Kompensasi terhadap syok dengan kehilangan cairan maka tubuh mengadakan
respon dengan menurunkan sirkulasi sistem gastrointestinal yang mana dapat
terjadi ilius paralitik, tachycardia dan tachypnea merupakan
kompensasi untuk menurunkan volume vaskuler dengan meningkatkan kebutuhan
oksigen terhadap injury jaringan dan perubahan sistem. Kemudian
menurunkan perfusi pada ginjal, dan terjadi vasokontriksi yang akan berakibat
pada depresi filtrasi glomerulus dan oliguri.
Repon luka bakar akan meningkatkan aliran darah ke organ vital dan
menurunkan aliran darah ke perifer dan organ yang tidak vital. Respon metabolik
pada luka bakar adalah hipermetabolisme yang merupakan hasil dari peningkatan
sejumlah energi, peningkatan katekolamin; dimana terjadi peningkatan temperatur
dan metabolisme, hiperglikemi karena meningkatnya pengeluaran glukosa untuk
kebutuhan metabolik yang kemudian terjadi penipisan glukosa, ketidakseimbangan
nitrogen oleh karena status hipermetabolisme dan injury jaringan. Kerusakan pada
sel daerah merah dan hemolisis menimbulkan anemia, yang kemudian akan
meningkatkan curah jantung untuk mempertahankan perfusi. Pertumbuhan dapat
terhambat oleh depresi hormon pertumbuhan karena terfokus pada penyembuhan
jaringan yang rusak.
Pembentukan edema karena adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan
pada saat yang sama terjadi vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik dalam kapiler. Terjadi pertukaran elektrolit yang abnormal
antara sel dan cairan interstisial dimana secara khusus natrium masuk kedalam
sel dan kalium keluar dari dalam sel. Dengan demikian mengakibatkan
kekurangan sodium dalam intravaskuler.
Skema berikut menyajikan mekanisme respon luka bakar terhadap injury
pada anak dan perpindahan cairan setelah injury thermal.
1. Dalam 24 jam pertama
Hilangnya
plasma, protein, cairan dan elektrolit dari volume sirkulasi
Syok
1. Mobilisasi kembali cairan setelah 24 jam
Hypervolemia,
hypokalemia, hypernatremia
D.
Jenis-jenis Luka Bakar
1.
Luka bakar listrik
Cedera listrik yang disebabkan oleh aliran listrik dirumah
merupakan insiden tertinggi pada anak-anak yang masih kecil, yang sering
memasukkan bnda konduktif kedalam colokan listrik dang menggigit atau mengisap
kabel listrik yang tersambung(herndon
dkk,1996)
Disebabkan oleh kontak dengan sumber tenaga bervoltage
tinggi akibat arus listrik dapat terjadi karena arus listrik mengaliri tubuh
karena adanya loncatan arus listrik atau karena ledakan tegangan tinggi antara
lain akibat petir. Arus listrik menimbulkan gangguan karena rangsangsan
terhadap saraf dan otot. Energi panas yang timbul akibat tahanan jaringan yang
dilalui arus menyebabkan luka bakar pada jaringan tersebut. Energi panas dari
loncatan arus listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan menimbulkan luka
bakar yang dalam, arus bolak – balik menimbulkan rangsangan otot yang hebat
berupa kejang – kejang. Urutan tahanan jaringan dimulai dari yang paling rendah yaitu saraf,
pembuluh darah, otot, kulit, tendo dan tulang. Pada jaringan yang tahanannya
tinggi akan lebih banyak arus yang melewatinya, maka panas yang timbul akan
lebih tinggi. Karena epidermisnya lebih tebal, telapak tangan dan kaki
mempunyai tahanan listrik lebih tinggi sehingga luka bakar yang terjadi juga
lebih berat bila daerah ini terkena arus listrik.
Ada dua jenis luka bakar listrik:
a.
Luka bakar
listrik kecil, yang biasanya ditimbulkan oleh gigitan kabel penyambung. Cedera
ini menyebabkan luka bakar mulut setempat, biasanya meliputi bibir atas dan
bawah, yang berhubungan langsung dengan kabel peyambung. Karena bukan merupakan
cedera konduksi ( tidak meluas keluar dari tempat cedera), anak tidak perlu
rawat inap dan perawatan ditujukan pada daerah cedera yang kelihatan. Pengobatan
dengan krem antibiotic sudah cukup.
b.
Karakteristik
luka bakar listri yang lebih penting adalah luka bakar kabel tegangan tinggi.
Penderuta harus dimandokkan tampa memandang luasnya daerah yang terbakar.
Sering terjadi cedera otot dalam yang tidak selalu dapat dilihat pada awal
terjadinya cedera luka bakar. Cedera ii biasanya barasal dari tegangan tinggi (
> 1000 volt). Misalnya pada anak kecil yang memanjat tiang listrik dank
arena keingintahuannya menyentuh kotak listrik atau secara tidak segaja menyentuh
kabel listrik tegangan tinggi. (Bherman,1996)
2. Luka bakar
kimia
Luka bakar akibat zat kimia teramati pada populai pediatrik
dan dapat menyebabkan luka bakar yang luas. Tingkat keparahna cedera dikaitkan
dengan agen kimia(asam, basa, atau senyawa organik) dan durasi kontak.
Mekanisme cedera berbada dengan luka bakar lainnya, perbedaannya yaitu terdapat
gangguan kimia dan perubahan kandungan fisik pada area tubuh yang terkena.(wong,2008).
Luka bakar kimia dapat disebabkan oleh zat asam, zat basa
dan zat produksi petroleum. Luka bakar alkali lebih berbahaya daripada oleh
asam, karena penetrasinya lebih dalam sehingga kerusakan yang ditimbulkan lebih
berat. Sedang asam umumnya berefek pada permukaan saja. Zat kimia dapat bersifat
oksidator sepert kaporit, kalium permanganate dan asam kromat. Bahan korosif
seperti fenol dan fosfor putih juga larutan basa seperti kalium hidroksida dan
natrium hidroksida menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi akibat
penggaraman dapat disebabkan oleh asam formiat, asetat, tanat, flourat, dan
klorida. Asam sulfat merusak sel karena bersifat cepat menarik air. Beberapa
bahan dapat menyebabkan keracunan sistemik. Asam florida dan oksalat dapat
menyebabkan hipokalsemia. Asam tanat, kromat, pikrat dan fosfor dapat merusak
hati dan ginjal kalau diabsorpsi tubuh. Lisol dapat menyebabkan
methemoglobinemia.
1.
Luka bakar
radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber
radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi
ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada
dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu
lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.
E.
Penilaian Derajat
Luka Bakar
Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 4 kategori (lihat tabel 3)
yang didasarkan pada elemen kulit yang rusak.
1.
Superficial (derajat I),
dengan ciri-ciri sbb:
a.
Hanya mengenai lapisan epidermis
b.
Luka tampak pink cerah sampai merah
(eritema ringan sampai berat)
c.
Kulit memucat bila ditekan
d.
Edema minimal
e.
Tidak ada blister
f.
Kulit hangat/kering
g.
Nyeri / hyperethetic
h.
Nyeri berkurang dengan pendinginan
i.
Discomfort berakhir kira-kira
dalam waktu 48 jam
j.
Dapat sembuh spontan dalam 3-7
hari
Gambar luka bakar derajat
I (superfisial)
2.
Partial thickness (derajat II), dengan ciri sbb.:
a.
Partial tihckness dikelompokan
menjadi 2, yaitu superpicial partial thickness dan deep partial thickness
b.
Mengenai epidermis dan dermis
c.
Luka tampak merah sampai pink
d.
Terbentuk blister
e.
Edema
f.
Nyeri
g.
Sensitif terhadap udara dingin
h.
Penyembuhan luka :
1)
Superficial partial thickness : 14
– 21 hari
2)
Deep partial thickness : 21 – 28
hari (Namun
demikian penyembuhannya bervariasi tergantung dari kedalaman dan ada tidaknya
infeksi).
Gambar luka bakar derajat II
(partial-thickness)
3.
Full thickness (derajat III)
a.
Mengenai semua lapisan kulit,
lemak subcutan dan dapat juga mengenai permukaan otot, dan persarafan dan pembuluh
darah
b.
Luka tampak bervariasi dari
berwarna putih, merah sampai dengan coklat atau hitam
c.
Tanpa ada blister
d.
Permukaan luka kering dengan
tektur kasar/keras
e.
Edema
f.
Sedikit nyeri atau bahkan tidak
ada rasa nyeri
g.
Tidak mungkin terjadi penyembuhan
luka secara spontan
h.
Memerlukan skin graft
i.
Dapat terjadi scar hipertropik dan
kontraktur jika tidak dilakukan tindakan preventif
Gambar luka bakar
derajat III (full-thickness)
4.
Fourth degree (derajat IV)
a. Mengenai semua lapisan kulit, otot dan tulang.
Gambar
klasifikasi luka bakar
F.
Luas Luka
Bakar
Luas cedera luka bakar digambarkan dalam
persentase TSBA. Luas luka bakar paling efektif ditentukan denggan menggunakan
bagan yang dirancang sesuai dengan usia. Pengukuran akan lebih efisien dengan
menggunakan bagan yang dirancang untuk mengukur proporsi tubuh pada anak dengan
usia berbeda. Berbagai
metode dalam menentukan luas luka bakar :
1.
Rumus Sembilan (Rule of Nines)
Estimasi luas permukaan tubuh yang
terbakar disederhanakan dengan menggunakan Rumus Sembilan. Rumus Sembilan
merupakan cara yang cepat untuk menghitung luas daerah yang terbakar. Sistem
tersebut menggunakan persentase dalam kelipatan sembilan terhadap permukaan
tubuh yang luas.
Merupakan cara yang baik dan cepat
untuk mengukur luas luka bakar pada orang dewasa. Tubuh dibagi menjadi area 9%,
dan total daerah yang terkena luka bakar dapat dihitung. Tetapi cara ini tidak
akurat pada anak-anak. Pada
anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak
jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena
perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10
untuk bayi dan rumus 10-15-20 untuk anak. Untuk anak, kepala dan leher 15 %,
badan depan dan belakang masing-masing 20 %, ekstremitas atas kanan dan kiri
masing-masing 10 %, ekstremitas bawah kanan dan kiri masing-masing 15 %.
gambar rumus sembilan
(rule of nines) pada anak-anak
2.
Metode Lund and Browder
Metode yang lebih tepat untuk
memperkirakan luas permukaan tubuh yang terbakar adalah metode Lund dan Browder
yang mengakui bahwa persentase luas luka bakar pada berbagai bagian anatomik,
khususnya kepala dan tungkai, akan berubah menurut pertumbuhan. Dengan membagi
tubuh menjadi daerah-daerah yang sangat kecil dan memberikan estimasi proporsi
luas permukaan tubuh untuk bagian-bagian tubuh tersebut, kita bisa memperoleh
estimasi tentang luas permukaan tubuh yang terbakar. Evaluasi pendahuluan
dibuat ketika pasien tiba di rumah sakit dan kemudian direvisi pada hari kedua
serta ketiga paska luka bakar karena garis demarkasi biasanya baru tampak jelas
sesudah periode tersebut.
Tabel ini, apabila digunakan dengan
benar, merupakan cara yang paling akurat. Tabel ini mengkompensasi variasi
bentuk tubuh dengan umur, sehingga dapat memberikan perhitungan luas luka bakar
yang akurat pada anak-anak.
Metode Lund and Browder
3.
Metode Telapak Tangan
Pada banyak pasien dengan luka bakar
yang menyebar, metode yang dipakai untuk memperkirakan persentase luka bakar
adalah metode telapak tangan (palm
method). Lebar telapak tangan pasien kurang lebih sebesar 1% luas permukaan
tubuhnya. Lebar telapak tangan dapat digunakan untuk menilai luas luka bakar.
4. Komplikasi
Anak yang mengalami cedera panas rentan
mengalami komplikasii serius, baik dari luka maupun dari perubahan sistemik
akibat cedera. Ancaman yang paling cepat mengancam jiawa anak berkaitan dengan
gangguan jalan nafas dan syok. Selam penyembuhan, infeksi-baik lokal maupun
sepsis sitemik-merupkan komplikasi utama. Angka kematian akibat trauma panas
pada anak-anak meningkat seiring dengan keparahan cedera dan menurun seiring
dengan pertambahan usia.pada nak-anak yang berusia lebih dari 3 tahun, angka
mortalitas sama dengan dewasa. Dibawah usia ini, angka keselamtan anak yang
menderita luka bkar dan komplikasi penyertaannya berkurang secara bermakna.
Cedera pennafasan yang tidak teralalu
tampak adalah inhalasi karbon monoksida. Karbon monoksida memiliki kemampuan
mengikat hemoglomin lebih besar daari pada oksigen. Dengan demikian
menghilangkan oksigen yang diperlukan oleh jaringan feriper dan oragan-organ
yang bergantung pada oksigen( seperti jantung dan otak) utnuk bertahan hidup.
Terapi untuk mengatasi kedua masalah tersebut adalah oksigen 100%, yang akan
membalik kondisi dengan cepat.
Masalah paru merupakan penyebab utama
kematian pada anak-anak yang mengalami luka bakar panas atau komplikasi dalam
saluran pernafaan. Maslah pernafasan mencakup cedera inhalasi, aspirasi pada
pasien ayng tidak sadar, pneumonia bakteri, edema paru, embolus paru,
insufisiensi paru pasca trauma, dan atelektasis. Penyebab gagal nafas yang
paling sering pada kelompok usia pediatrik adalah pnemonia bakteri, yang
memerlukan intubasi dalam waktu lama dan kadang-kadang membutuhkan
trakheostomi. Trakeostomi meningkatkan insidensi keseriusan komplikasi, dan
dilakukan hanya pada kasus yang ekstrim.
Komplikasi yang lebih jarang terjadi adalah
dedema paru akibat kelebihan beban cairan atau sindrom gawat panas akut(ARDS,
acute respiratory disters syndrome) yang menyertai sepsis gram negatif. Sindrom
ini di akibatkan oleh kerusakan kapiler paru dan kebocoran cairan kedalam ruang
interstisial paru. Kehilangan kemampuan mengembang dan gangguan oksigenasi
merupkan akibat dari insufisiensi paru dalam hubungannya dengan siepsis
sistemik (wong,2008).
5.
Penatalaksanaan
a.
Fase Akut atau Intermediet
Perawatan Luka Bakar
Pada fase akut ini dilakukan perawatan luka umum seperti:
1)
Pembersihan Luka
Hidroterapi dengan perendaman total dan bedside
bath adalah terapi rendaman disamping tempat tidur. Selama berendam, pasien
didorong agar sedapat mungkin bergerak aktif. Hidroterapi merupakan media yang
sangat baik untuk melatih ekstremitas dan membersihkan luka seluruh tubuh.
2)
Terapi Antibiotik Topikal
Ada tiga preparat topikal yang sering digunakan
yaitu silver sulfadiazin, silver nitrat, dan mafenide asetat.
3)
Penggantian balutan
Dalam mengganti balutan, perawat harus
menggunakan APD. Balutan atau kasa yang menempel pada luka dapat dilepas tanpa
menimbulkan sakit jika sebelumnya dibasahi dengan larutan salin atau bial
pasien dibiarkan berandam selama beberapa saat dalam bak rendaman. Pembalut
sisanya dapat dilepas dengan hati-hati memakai forseps atau tangan yang
menggunakan sarung tangan steril. Kemudian luka dibersihkan dan didebridemen
untuk menghilangkan debris, setiap preparat topikal yang tersisa, eksudat, dan
kulit yang mati. Selama penggantian balutan ini, harus dicatat mengenai warna,
bau, ukuran, dan karakteristik lain dari luka.
4)
Debridemen
Tujuannya adalah untuk menghilangkan jaringan
yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda asing sehingga pasien dilindungi
dari invasi bakteri dan untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati. Debridemen ada 3
yaitu:
a)
Alami : jaringan mati akan
memisahkan diri secara spontan
b)
Mekanis : penggunaan gunting bedah
dan forsep untuk memisahkan dan mengangkat jaringan mati
c)
Bedah : tindakan operasi dengan
melibatkan eksisi primer seluruh tebal kulit sampai mengupas kulit yang
terbakar
5)
Graft Pada Luka Bakar
Adalah pencacokan kulit. Selama proses
penyembuhan luka akan terbentuk jaringan granulasi. Jarinagn ini akan mengisi
ruangan ditimbulkan oleh luka, membentuk barier yang merintangi bakteri dan
berfungsi sebagai dasar untk pertumbuhan sel epitel.
6)
Dukungan Nutrisi
Nutrisi yang diberikan adalah TKTP untuk
membantu mempercepat penyembuhan luka.
Kebutuhan metabolik dan
katabolisme yang tinggi pada luka bakar berat membuat kebutuhan nutria sangat
penting dan sering kali sulit dipenuhi. Diet harus menyediaka kalori yang
cukup untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan metabolic dan protein untuk menghindari peecahan protein.
Diet tinggi protein dan
tinggi kalori di anjurkan setelah resolusi ileusparalitik. Akan tetapi, banyak
anak memilki nafsu makan buruk dan tidak mampu memenuhi kebutuhan energy hanya
dengan pemberian makanan secara oral. Sebagian besar anak dengan luka bakar
ayng lebih dari 22% TSBA memerlukan tambahan makanan melalui selang.
7)
Terapi
penggantian cairan
Tujuan terapi cairan
adalah mengkompensasi kehilngan air dan natrium pada area trauma dan ruang
interstitial,mengganti kekurangan natrium,mengemblikan volume sirkulasi
memberikankan perfusi yang adekuat dan meningkatkan fungsi ginjal.
Penggantian cairan
diperlukan selama 24 jam pertama karena perpindahan cairan tengah terjadi.
Banyak formul yang digunakan untuk menghitung kebutuhan ini,dan formula yang
dipakai bergantung pada pilihan praktisi. Larutan kristaloid digunakan selama
fase awal terapi. Keadekuatan resusitasi cairan ditentukan oleh parameter,
misalnya tanda-tanda vital (terutama frekuensi nadi), volume haluaran urin,
keaekuatan pengisian kapiler dan status snsorium. Setelah periode 24 jam
pertama, secara teoritis terjadi sumbat kapiler dan permiabelitas kapiler
membaik. Larutan koloid seperti albumin, plasmalit atau plasma segera beku
bermanfaat dalam mempertahankan volume plasma. Meski demikian, anak dengan cedera luka bakar biasanya memerlukan
cairan lebih dari perhitungan rumatan dan penggantian volume.
b.
Fase Rehabilitasi
Meskipun aspek jangka panjang pada perawatan luka bakar
berada pada tahap akhir, tetapi proses rehabilitasi harus segera dimulai segera
setelah terjadinya luka bakar sama seperti periode darurat. Fase ini difokuskan
pada perubahan citra diri dan gaya hidup yang dapat terjadi. Kesembuhan luka,
dukungan psikososial dan pemulihan aktifitas fungsional tetap menjadi
prioritas. Fokus perhatian terus berlanjut pada pemeliharaan keseimbangan cairan
dan elekrolit serta perbaikan status nutrisi. Pembedahan rekonstruksi pada
bagian anggota tubuh dan fungsinya yang terganggu mungkin diperlukan. Untuk
perawatan lanjutan dapat bekerjasama dengan fisioterapi agar dapat melatih
rentang gerak (Smeltzer, 2001, 1918).
Tindakan penyelamatan jiwa,
meliputi hal berikut:
1. Pastikan dan pertahankan jalan nafas yang
memadai dengan menggunakan oksigen lembab melalui sungkup atau, jika perlu,
intubasi nasotrakhea ( terutama jika penderita mengalami luka bakar atau jika luka
bakar bertambah di ruang tertutp). Sebelum edema muka dan laring menjadi jelas.
Jika dicurigai ada hipoksia atau keracunan karbon monoksida, harus diberikan
oksegen 100%.
2. Resusitasi cairan intravena : anak dengan luka
bakar lebih dari 15% luas permukaan tubuh memerlukan resusitasi cairan
intravena untuk mempertahankan perfusi yang memadai. Semua penderita dengan
inhalsi, tanpa melihat luasnya luas permukaan tubuh yang terbakar, memerlukan
jalur intravenna untuk mengendalikan masuknya cairan. Semua cedera elektrik dan
tegangan tinggi memerlukan jalur intravena untuk melakukan deuresis alkali
pasca jika terjadi cedera otot dan mioglobinuria. Larutan ringer laktat, 10-20
ml/kg/jam ( dapat digunakan larutan salin normal jika tidak ada ringer laktat),
di infuskan sampai dapat dihitung penggantian cairan yang sesuai.
3. Evaluasi cedera yang menyertai, yang sering
terjadi pada penderita dengan riwayat luka bakar elektrik tegangan tinggi,
terutama jika jatuh dari ketinggian. Dapat terjadi cedera tulang belkang, tulang
dan organ thorak arau intra-abdomen. Ada resiko amata tinggi kelainan jantung,
seperti takikardi atau fibriasi ventrikel akibat konduktifitas voltage elektrik
tinggi.
4. Penderita dengan luka bakar lebih besar dari
15% luas permukaan tubuh tidak boleh diberi cairan peroral (pada awalnya).
Karena penderita ini tidak dapat mengalami ileus dan mungkin memerlukan
pemasangan pipa nasogastrik diruang gawat darurat untuk mencegah erjadinya
aspirasi.
5. Semua luka haruss di bungkus dengan haduk
steril sampai diputuskan melakukan terapi rawat jalan atau dirujuk ke fasilitas
perawatan yang lebih sesuai (Behrman,1999).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1.
Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan;
keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan
tonus.
2.
Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar
lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada
ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi,
kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri);
disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
3.
Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga,
pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis,
ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
4.
Eliminasi:
Tanda: haluaran
urine
menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi
mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran
kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak
ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres
penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
5.
Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum;
anoreksia; mual/muntah.
6.
Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek,
perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas;
aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan
ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik);
paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
7.
Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka
bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan
udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat
nyeri; sementara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada
keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
8.
Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang
tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel
karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi
cedera
inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas
pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi
sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema
paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
9.
Keamanan:
Tanda:
a. Kulit umum: destruksi jaringan dalam
mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus
mikrovaskuler pada beberapa luka.
b. Area kulit tak terbakar mungkin
dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah
jantung
sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
c. Cedera api: terdapat area cedera
campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan
bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah;
lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
d. Cedera kimia: tampak luka bervariasi
sesuai agen penyebab.
e. Kulit mungkin coklat kekuningan
dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jaringan parut
tebal. Cedera secara umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan
kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
f. Cedera listrik: cedera kutaneus
eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi
dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan
aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan
pakaian terbakar.
g. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh,
kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok
listrik).
10.
Pemeriksaan diagnostik:
a. LED: mengkaji hemokonsentrasi.
b. Elektrolit serum mendeteksi
ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa
kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium
dapat menyebabkan henti jantung.
c. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar
X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
d. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi
ginjal.
e. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan
hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
f. Bronkoskopi membantu
memastikan cedera inhalasi asap.
g. Koagulasi memeriksa faktor-faktor
pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
h. Kadar karbon monoksida serum
meningkat pada cedera inhalasi asap.
B. Diagnosa Keperawatan
1.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera panas
2.
Resiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan luka
bakar sirkumferensial
3.
Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan dan saraf serta
dampak emosional cedera
4.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer
tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatic dan pertahanan
sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi
5.
Resiko ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan
kehilangan panas dan gangguan pada mekanisme pertahanan kulit untuk
mempertahankan suhu tubuh
6.
Kurang volume cairan
berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kehilangan akibat evaporasi dari
luka
7.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan katabolisme dam metabolism, kehilangan selera makan.
C. Intervensi
Diagnosa
|
Rencana
Keperawatan
|
||
Tujuan
Dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
|
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera
panas
|
Tujuan: pasien menunjukkan tanda-tanda penyembuhan
luka
Kriteria hasil: luka sembuh tanpa tanda-tanda
kerusakan atau inflamasi
|
1. Cukur rambut sampai kira-kira 5 cm dari tepi luka
dan area sekitar luka dengan segera
2. Bersihkan luka dan kulit sekiarnya dengan seksama
dan angkat debris jaringan yang mengalami devitalisasi
3. Jaga pasien untuk tidak menggaruk dan mengorek luka
4. Pertahankan perawatan luka
5. Diet tinggi kalori dan protein
6. Pantau tanda dan gejala infeksi pada luka
7. Balut jari-jari tangan dan kaki secara terpisah
|
1. Untuk menghilangkan reservoir untuk infeksi
2. Untuk menurunkan resiko infeksi dan untuk
meningkatkan proses penyembuhan luka
3. Untuk mempertahankan proses penyembuhan luka
4. Untuk menghindari kerusakan jaringan yang sedang
berepitelisasi dan bergranulasi
5. Untuk memenuhi kebutuhan protein dan kalori yang
meningkat dikarenakan peningkatan metabolisme dan katabolisme.
6. Untuk mematikan pengenalan dan terapi yang tepat
7. Untuk mencegah perlekatan jaringan akibat kontak
yang lama
|
Resiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
luka bakar sirkumferensial
|
Tujuan: pasien mempertahankan sirkulasi yang optimal
ke daerah distal pada ekstremitas yang terbakar
Kriteria hasil: perfusi distal yang adekuat pada
ekstremitas yang terbakar dapat dipertahankan
|
1. Pantau dengan cermat tanda dan gejala kompresi
sirkulasi yang berhubungan dengan edema
2. Kaji denyut nadi yang melemah dengan Doppler dan
pengisian kapiler yang memanjang
3. Tinggikan ekstremitas lebih tinggi dari jantung
4. Hindari balutan restriksi pada ekstremitas yang
cedera
|
1. Untuk memastikan perfusi sirkulasi yang adekuat
2. Untuk mengetahui adanya penurunan perfusi distal
3. Untuk mencegah penurunan sirkulasi ekstremitas
4. Untuk mencegah penurunan sirkulasi ke ekstremitas
|
Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan dan saraf
serta dampak emosional cedera
|
Tujuan: pasien mengalami penuurunan nyeri sampai
tingkat yang dapat diterima anak
Kriteria hasil: anak menunjukkan pengurangan nyeri
sampai tingkat yang dapat diterima anak
|
1. Beri posisi ekstensi
2. Implementasikan latihan fisik aktif dan pasif
3. Redakan iritasi
|
1. Untuk meminimalkan nyeri akibat latihan fisik yang
dilakukan untuk mendapatkam kembali posisi ekstensi
2. Untuk meminimalkan pembentukan kontraktur
3. Untuk mencegah peningkatan nyeri
|
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan
primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatic dan
pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi
|
Tujuan: pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
luka
Kriteria hasil:
1. Kemugkinan sumber infeksi dihilangkan
2. Luka menunjukkan tanda-tanda infeksi minimal atau
tidak ada tanda-tanda infeksi
|
1. Pertahankan teknik cuci tangan yang seksama oleh tim
medis dan pengunjung
2. Lakukan pengangkatan krusta dan lepuhan
3. Oleskan preparat antimikroba topical dan pasang
balutan pada luka sesuai indikasi
4. Kaji data dasar dan lakukan serangkaian biakan luka
5. Pantau dengan cermat apakah ada tanda-tanda sepsis
dan infeksi (disorientasi, takipnea, suhu di atas 39,5°C, hipotermia, distensi abdomen atau ileus
intestinal, perubahan pada penampilan luka
|
1. Untuk meminimalkan pajanan terhadap agen infeksius
2. Untuk mengeliminasi reservoir bagi organism
3. Untuk mengendalikan proliferasi bakteri
4. Untuk memastikan adanya peningkatan atau penuruan flora
luka
|
Resiko ketidakefektifan termoregulasi berhubungan
dengan kehilangan panas dan gangguan pada mekanisme pertahanan kulit untuk
mempertahankan suhu tubuh
|
Tujuan: pasien mempertahankan pengaturan panas yang
normal
Kriteria hasil: suhu tubuh pasien tetap dalam batas
normal sesuai usianya
|
1. Kaji keadaan kulit untuk mendeteksi kedinginan,
perubahan warna, dan pengisian kapiler (akrosianosis, warna bantalan kuku,
dan bercak-bercak)
2. Pantau tanda-tanda vital, terutama suhu
3. Pantau apakah ada kedingina dan menggigil
4. Hindari pajanan terhadap prosedur yang menimbulkan
stress dingin
|
1. Untuk mengidentifikasi penyesuaian vascular akibat
kehilangan panas
2. Untuk mengidentifikasi kecenderungan yang sig ifikan
3. Untuk mengidentifikasi tanda-tanda kehilangan panas
4. Untuk mempertahankan suhu tubuh
|
Kurang volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kehilangan akibat evaporasi dari luka
|
Tujuan: pasian mempertahankan status hidrasi cairan
yang adekuat selama periode akut pascaterbakar
Kriteria hasil: resusitasi cairan yang adekuat
dipertahankan yang ditandai dengan perfusi jaringan yang adekuat dan
mempertahankan haluaran urine
|
1. Berikan cairan kristaloid dan/atau cairan koloid per
protocol, pantau efek dan pertahankan jalur intravena
2. Kaji status penggantian cairan
3. Pantau berat badan setiap hari
4. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium (hemoglobin,
hematokrit, glukosa, kalium serum, natrium serum, protein serum, fosfor, dan
magnesium)
|
1. Untuk mengganti kahilangan cairan yang berhubungan
dengan luka bakar
2. Untuk mengetahui keseimbangan cairan yang sesuai
3. Untuk mengevaluasi status retensi cairan atau
dieresis
4. Untuk mengidentifikasi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit
|
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan peningkatan katabolisme dam metabolism, kehilangan selera
makan
|
Tujuan: pasien mendapat nutrisi yang optimum
Kriteria hasil: pasien mengkonsumsi nutrisi dengan
jumlah yang memadai dan mempertahankan berat badan sebelum mengalami luka
bakar
|
1. Sediakan makanan tinggi kalori dan protein
2. Sediakan makanan yang disukai pasien
3. Berikan makanan dan lingkungan yang menarik
4. Temani anak saat makan
5. Berikan pemberian makanan enteral tambahan sesuai
program
6. Timbang berat badan per minggu
7. Catat dengan akurat asupan dan haluaran
8. Pantau diare atau konstipasi dan lakukan terapi
segera
|
1. Untuk menghindari pemecahan protein dan memenuhi
kebutuhan kalori yang meningkat
2. Untuk menstimulasi selera makan
3. Untuk mendorong napsu makan
4. Untuk menciptakan suasana makan seperti di rumah
5. Untuk memenuhi kebutuhan yang telah diperhitungkan
6. Untuk memantau status nutrisi
7. Untuk mengevaluasi kecukupan asupan makanan
8. Untuk menghindari intoleransi makanan
|
D. Evaluasi
Keefektifan intervensi keperawatan
ditentukan oleh pengkajian dan evaluasi perawatan yang kontinu berdasarkan pada
pedoman pangamatan berikut:
1.
Amati perilaku anak selama seluruh aspek perawatan;
dengarkan isyarat verbal, gunakan catatan pengkajian nyeri untuk mengevaluasi
keefektifan analgesia.
2.
Amati luka bakar dan kondisi umum anak.
3.
Amati perilaku makan anak dan jumlah makanan yang
dikonsumsi, timbang berat badan setiap hari jika diindikasikan.
4.
Inspeksi luka bakar untuk mendeteksi tanda-tanda infeksi,
ukur tanda-tanda vital, amati apakaha ada komplikasi pernapasan, perdarahan
lambung, perubahan kadar hemoglobin, dan tanda-tanda neorulogik.
5.
Amati apakan ada tanda-tanda penyembuhan, pembentukan
jaringan parut, dan kontraktur, kaji keefektifan terapi fisik dan alat bantu.
6.
Amati perilaku anak dan keluarga, wawancara anak dan
keluarga mengenai perasaan dan kekhawatiran mereka.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau hilangnya jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan salah satu jenis trauma yang
mempunyai angka morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan
penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok ) sampai fase lanjut.
Luka bakar merupakan ruda paksa yang disebakan oleh tehnis. Kerusakan
yang terjadi
pada penderita tidak hanya mengenai kulit saja, tetapi juga organ lain.
Penyebab ruda paksa tehnis ini berupa api, air, panas, listrik, bahkan kimia
radiasi, dll. Luka bakar adalah suatu keadaan dimana integritas kulit atau mukosa
terputus akibat trauma api, air panas, uap metal, panas, zat kimia dan listrik
atau radiasi.
Pada
kasus luka bakar ini harus diperhatikan berbagai aspek, karena pada kasus luka
bakar memerlukan biaya yang sangat besar, perlu perawatan yang lama, perlu
operasi berulang kali, bahkan meskipun sembuh bisa menimbulkan kecacatan yang
menetap, sehingga penanganan luka bakar sebaiknya dikelola oleh tim trauma yang
terdiri dari tim spesialis bedah ( bedah plastik, bedah toraks, bedah anak ),
intensitas, spesialis penyakit dalam (khususnya hematologi, gastroenterologi,
ginjal dan hipertensi), ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikolog,
namun celakanya seringkali menimpa orang-orang yang tidak mampu.
B.
Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari tentu
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk
itu penulis sangat mengharapkan dukungan yang berupa kritik dan masukan yang
membangun agar kedepan lebih baik. Dan semoga melalui makalah seminar ini
mahasiswa dapat lebih mengetahui dan mengerti tentang bagaimana cara merawat
pasien terutama anak-anak yang mengalami luka bakar secara benar dan tepat,
serta memiliki skill yang baik sehingga kelak dapat meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Wong, Donna L,dkk. 2008.
buku ajar keperawatan pediatric vol.2. Jakarta:EGC
Behrman, Richard E,dkk.
1999. Ilmu kesehatan anak nelson. Jakarta:EGC.
Smeltzer, Suzanne,dkk.2002.
buku ajar keperawatan medical bedah. Jakarta:EGC.
Suriadi & Yuliani, (2001) Asuhan
Keperawatan pada Anak, jakarta: CV. Sagung Seto.
http://refratpresusb4703l.blogspot.com/2010/10/luka-bakar-pada-anak.html.