Selasa, 24 April 2012

asuhan keperawatan luka bakar pada anak


BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan salah satu jenis trauma yang mempunyai angka morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok ) sampai fase lanjut.
Pada kasus luka bakar ini harus diperhatikan berbagai aspek, karena pada kasus luka bakar memerlukan biaya yang sangat besar, perlu perawatan yang lama, perlu operasi berulang kali, bahkan meskipun sembuh bisa menimbulkan kecacatan yang menetap, sehingga penanganan luka bakar sebaiknya dikelola oleh tim trauma yang terdiri dari tim spesialis bedah ( bedah plastik, bedah toraks, bedah anak ), intensitas, spesialis penyakit dalam (khususnya hematologi, gastroenterologi, ginjal dan hipertensi), ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikolog, namun celakanya seringkali menimpa orang-orang yang tidak mampu.
Luka bakar pada penatalaksanaan antara anak dan dewasa pada prinsipnya sama namun pada anak akibat luka bakar dapat menjadi lebih serius. Hal ini disebabkan anak memiliki lapisan kulit yang lebih tipis, lebih mudah untuk kehilangan cairan, lebih rentan untuk mengalami hipotermia (penurunan suhu tubuh akibat pendinginan).
Luka bakar pada anak 65,7% disebabkan oleh air panas atau uap panas (scald). Mayoritas dari luka bakar pada anak-anak terjadi di rumah dan  sebagian besar dapat dicegah. Dapur dan ruang makan merupakan daerah yang seringkali menjadi lokasi terjadinya luka bakar. Anak yang memegang oven, menarik taplak dimana di atasnya terdapat air panas, minuman panas atau makanan panas.
Prognosis dan penangangan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya permukaan luka bakar; dan penanganan sejak fase awal sampai penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia, dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan.
Oleh karena itu, semua orang khususnya orangtua, harus meningkatkan pengetahuan mengenai luka bakar dan penanganannya, terutama pada anak-anak.
B.       Tujuan
1.      Tujuan Umum
Tujuan umum peneliti adalah memberikan asuhan keperawatan pada pasien luka bakar sesuai dengan diagnosa yang muncul.
2.      Tujuan Khusus
 Secara khusus peneliti bertujuan agar mahasiswa :
a.       Dapat melakukan pengkajian dengan cara mencari data subyektif dan data obyektif pada pasien luka bakar.
b.      Dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien luka bakar berdasarkan data yang didapatkan.
c.       Dapat menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien luka bakar.
d.      Dapat melakukan tindakan keperawatan pada pasien luka bakar
e.       Dapat melakukan evaluasi pada pasien luka bakar.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A.      Pengertian Luka Bakar
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh energi panas atau bahan kimia atau benda-benda fisik yang menghasilkan efek baik memanaskan atau mendinginkan.Luka bakar (combustio) adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi ( Moenajat, 2001).
Luka bakar merupakan ruda paksa yang disebakan oleh tehnis. Kerusakan yang terjadi pada penderita tidak hanya mengenai kulit saja, tetapi juga organ lain. Penyebab ruda paksa tehnis ini berupa api, air, panas, listrik, bahkan kimia radiasi, dll. Luka bakar adalah suatu keadaan dimana integritas kulit atau mukosa terputus akibat trauma api, air panas, uap metal, panas, zat kimia dan listrik atau radiasi.
Luka bakar adalah luka yang disebabkan kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, bahkan kimia dan radiasi, juga sebab kontak dengan suhu rendah (frosh bite). (Mansjoer 2000 : 365).
Apabila luka bakar digolongkan berdasarkan usia pasien dan jenis cedera maka polanya adalah:
1.      Toddler lebih sering menderita luka bakar akibat tersiram air panas
2.      Anak-anak yang lebih besar lebih cenderung mengalami luka bakar akibat api
3.      20% dari semua kasus pediatrik dapat disebabkan oleh penganiaan anak (Herndon dkk,1996)
4.      Anak-anak yang bermain korek api atau pemantik api menyebbabkan 1 dari 10 kasus kebakaran rumah.
Luasnya destruksi jarinang ditentukan dengan mempertimbangkan intensitas sumber panas, durasi kontak atau pajanan, konduktifitas jariangan yang terkena, ddan kecepatan energi panas meresap kedalam kulit. Pajanan singkat terhadap panas berintensitas tinggi akibat api dapat mengakibatkan luka bakar yang sama dengan luka bakar akibat pajanan lama terhadap panas berintensitas dalam air panas.( wong,2008)
B.       Etiologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ketubuh. Panas tersebut mungkin dipindankan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik. Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar. Beratnya luka bakar juga dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas (misal suhu benda yang membakar, jenis pakaian yang terbakar, sumber panas : api, air panas dan minyak panas), listrik, zat kimia, radiasi, kondisi ruangan saat    terjadi kebakaran dan ruangan yang tertutup.
Faktor yang menjadi penyebab beratnya luka bakar antara lain :
1.      Keluasan luka bakar
2.      Kedalaman luka bakar
3.      Umur pasien
4.      Agen penyebab
5.      Fraktur atau luka – luka lain yang menyertai
6.      Penyakit yang dialami terdahulu seperti diabetes, jantung, ginjal, dll
7.      Obesitas
8.      Adanya trauma inhalasi



C.       Patofisiologi
Cedera panas menghasilkan efek lokal dan efek sistemik yang berkaitan dengan luasnya destruksi jaringan. Pada luka bakar suferfisial, kerusakan jaringan minimal. pada luka bakar ketebalan/sebagian terjadi edema dan kerusakan kapiler yang lebih parah. Dengan luka bakar mayor lebih dari 30% TBSA, terdapat respons sistemik yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler, yang memungkinkan protein plasma, cairan, dan elektroloit hilang. Pembentukan edema maksimal pada luka kecil terjadi sekitas 8 sampai 12 jam setelah cedera. Setelah cedera yang lebih besar, hipovolemia, yang dikaitkan dengan fenomena tersebut, akan melambatakan laju pementukan edema, dengan efek maksimum terjadi pada 18 sampai 24 jam.
Respon sistemik lainnya adalah anemia, yang disebbakn oleh penghancuran sel darah merah secara langsung oleh panas, hemolisis sel darah merah yang cedera, dan terjebaknya sel darah merah dalam trombi mikrovaskular sel-sel yang rusak. Peneurunan jumlah sel-sel darah merah dalam jangka-panjang dapat mengakibatkan pengurangan masa hidup sel darah merah. Pada awalnya terdapat peningkatan aliran darah ke jantung, otak, dan ginjal dengan penurunan aliran darah ke saluran gastrointestinal. Terrdapat peningkatan metabolisme untuk mempertahankan panas tubuh, yang disediakan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi tubuh.(wong,2008)
Fisiologi syok pada luka bakar akibat dari lolosnya cairan dalam sirkulasi kapiler secara massive dan berpengaruh pada sistem kardiovaskular karena hilangnya atau rusaknya kapiler, yang menyebabkan cairan akan lolos atau hilang dari compartment intravaskuler kedalam jaringan interstisial.  Eritrosit dan leukosit tetap dalam sirkulasi dan menyebabkan peningkatan hematokrit dan leukosit.  Darah dan cairan akan hilang melalui evaporasi sehingga terjadi kekurangan cairan.
Kompensasi terhadap syok dengan kehilangan cairan maka tubuh mengadakan respon dengan menurunkan sirkulasi sistem gastrointestinal yang mana dapat terjadi ilius paralitik, tachycardia dan tachypnea merupakan kompensasi untuk menurunkan volume vaskuler dengan meningkatkan kebutuhan oksigen terhadap injury jaringan dan perubahan sistem.  Kemudian menurunkan perfusi pada ginjal, dan terjadi vasokontriksi yang akan berakibat pada depresi filtrasi glomerulus dan oliguri.
Repon luka bakar akan meningkatkan aliran darah ke organ vital dan menurunkan aliran darah ke perifer dan organ yang tidak vital. Respon metabolik pada luka bakar adalah hipermetabolisme yang merupakan hasil dari peningkatan sejumlah energi, peningkatan katekolamin; dimana terjadi peningkatan temperatur dan metabolisme, hiperglikemi karena meningkatnya pengeluaran glukosa untuk kebutuhan metabolik yang kemudian terjadi penipisan glukosa, ketidakseimbangan nitrogen oleh karena status hipermetabolisme dan injury jaringan. Kerusakan pada sel daerah merah dan hemolisis menimbulkan anemia, yang kemudian akan meningkatkan curah jantung untuk mempertahankan perfusi. Pertumbuhan dapat terhambat oleh depresi hormon pertumbuhan karena terfokus pada penyembuhan jaringan yang rusak.
Pembentukan edema karena adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan pada saat yang sama terjadi vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler.  Terjadi pertukaran elektrolit yang abnormal antara sel dan cairan interstisial dimana secara khusus natrium masuk kedalam sel dan kalium keluar dari dalam sel.  Dengan demikian mengakibatkan kekurangan sodium dalam intravaskuler.
Skema berikut menyajikan mekanisme respon luka bakar terhadap injury pada anak dan perpindahan cairan setelah injury thermal. 
1.      Dalam 24 jam pertama
Luka Bakar
Meningkatnya permeabilitas kapiler
Hilangnya plasma, protein, cairan dan elektrolit dari volume sirkulasi
ke dalam rongga interstisial : hypoproteinemia, hyponatremia, hyperkalemia
Hipovolemi
Syok
1.      Mobilisasi kembali cairan setelah 24 jam
Edema jaringan yang terkena luka bakar
Compartment intravaskular
Hypervolemia, hypokalemia, hypernatremia
D.      Jenis-jenis Luka Bakar
1.      Luka bakar listrik
Cedera listrik yang disebabkan oleh aliran listrik dirumah merupakan insiden tertinggi pada anak-anak yang masih kecil, yang sering memasukkan bnda konduktif kedalam colokan listrik dang menggigit atau mengisap kabel  listrik yang tersambung(herndon dkk,1996)
Disebabkan oleh kontak dengan sumber tenaga bervoltage tinggi akibat arus listrik dapat terjadi karena arus listrik mengaliri tubuh karena adanya loncatan arus listrik atau karena ledakan tegangan tinggi antara lain akibat petir. Arus listrik menimbulkan gangguan karena rangsangsan terhadap saraf dan otot. Energi panas yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui arus menyebabkan luka bakar pada jaringan tersebut. Energi panas dari loncatan arus listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan menimbulkan luka bakar yang dalam, arus bolak – balik menimbulkan rangsangan otot yang hebat berupa kejang – kejang. Urutan tahanan jaringan dimulai dari yang paling rendah yaitu saraf, pembuluh darah, otot, kulit, tendo dan tulang. Pada jaringan yang tahanannya tinggi akan lebih banyak arus yang melewatinya, maka panas yang timbul akan lebih tinggi. Karena epidermisnya lebih tebal, telapak tangan dan kaki mempunyai tahanan listrik lebih tinggi sehingga luka bakar yang terjadi juga lebih berat bila daerah ini terkena arus listrik.
Ada dua jenis luka bakar listrik:
a.         Luka bakar listrik kecil, yang biasanya ditimbulkan oleh gigitan kabel penyambung. Cedera ini menyebabkan luka bakar mulut setempat, biasanya meliputi bibir atas dan bawah, yang berhubungan langsung dengan kabel peyambung. Karena bukan merupakan cedera konduksi ( tidak meluas keluar dari tempat cedera), anak tidak perlu rawat inap dan perawatan ditujukan pada daerah cedera yang kelihatan. Pengobatan dengan krem antibiotic sudah cukup.
b.         Karakteristik luka bakar listri yang lebih penting adalah luka bakar kabel tegangan tinggi. Penderuta harus dimandokkan tampa memandang luasnya daerah yang terbakar. Sering terjadi cedera otot dalam yang tidak selalu dapat dilihat pada awal terjadinya cedera luka bakar. Cedera ii biasanya barasal dari tegangan tinggi ( > 1000 volt). Misalnya pada anak kecil yang memanjat tiang listrik dank arena keingintahuannya menyentuh kotak listrik atau secara tidak segaja menyentuh kabel listrik tegangan tinggi. (Bherman,1996)
2.  Luka bakar kimia
Luka bakar akibat zat kimia teramati pada populai pediatrik dan dapat menyebabkan luka bakar yang luas. Tingkat keparahna cedera dikaitkan dengan agen kimia(asam, basa, atau senyawa organik) dan durasi kontak. Mekanisme cedera berbada dengan luka bakar lainnya, perbedaannya yaitu terdapat gangguan kimia dan perubahan kandungan fisik pada area tubuh yang terkena.(wong,2008).
Luka bakar kimia dapat disebabkan oleh zat asam, zat basa dan zat produksi petroleum. Luka bakar alkali lebih berbahaya daripada oleh asam, karena penetrasinya lebih dalam sehingga kerusakan yang ditimbulkan lebih berat. Sedang asam umumnya berefek pada permukaan saja. Zat kimia dapat bersifat oksidator sepert kaporit, kalium permanganate dan asam kromat. Bahan korosif seperti fenol dan fosfor putih juga larutan basa seperti kalium hidroksida dan natrium hidroksida menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi akibat penggaraman dapat disebabkan oleh asam formiat, asetat, tanat, flourat, dan klorida. Asam sulfat merusak sel karena bersifat cepat menarik air. Beberapa bahan dapat menyebabkan keracunan sistemik. Asam florida dan oksalat dapat menyebabkan hipokalsemia. Asam tanat, kromat, pikrat dan fosfor dapat merusak hati dan ginjal kalau diabsorpsi tubuh. Lisol dapat menyebabkan methemoglobinemia.
1.    Luka bakar radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.
E.       Penilaian Derajat Luka Bakar
Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 4 kategori (lihat tabel 3) yang didasarkan pada elemen kulit yang rusak.
1.      Superficial (derajat I), dengan ciri-ciri sbb:
a.       Hanya mengenai lapisan epidermis
b.      Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat)
c.       Kulit memucat bila ditekan
d.      Edema minimal
e.       Tidak ada blister
f.       Kulit hangat/kering
g.      Nyeri / hyperethetic
h.      Nyeri berkurang dengan pendinginan
i.        Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam
j.        Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari
                               Gambar luka bakar derajat I (superfisial)
2.      Partial thickness (derajat II), dengan ciri sbb.:
a.       Partial tihckness dikelompokan menjadi 2, yaitu superpicial partial thickness dan deep partial thickness
b.      Mengenai epidermis dan dermis
c.       Luka tampak merah sampai pink
d.      Terbentuk blister
e.       Edema
f.       Nyeri
g.      Sensitif terhadap udara dingin
h.      Penyembuhan luka :
1)      Superficial partial thickness : 14 – 21 hari
2)      Deep partial thickness : 21 – 28 hari (Namun demikian penyembuhannya bervariasi tergantung dari kedalaman dan ada tidaknya infeksi).
                             Gambar luka bakar derajat II (partial-thickness)
3.      Full thickness (derajat III)
a.       Mengenai semua lapisan kulit, lemak subcutan dan dapat juga mengenai permukaan otot, dan persarafan dan pembuluh darah
b.      Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat atau hitam
c.       Tanpa ada blister
d.      Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras
e.       Edema
f.       Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri
g.      Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan
h.      Memerlukan skin graft
i.        Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan preventif
                              Gambar luka bakar derajat III (full-thickness)
4.      Fourth degree (derajat IV)
a.       Mengenai semua lapisan kulit, otot dan tulang.
                                         Gambar klasifikasi luka bakar
F.        Luas Luka Bakar
Luas cedera luka bakar digambarkan dalam persentase TSBA. Luas luka bakar paling efektif ditentukan denggan menggunakan bagan yang dirancang sesuai dengan usia. Pengukuran akan lebih efisien dengan menggunakan bagan yang dirancang untuk mengukur proporsi tubuh pada anak dengan usia berbeda.  Berbagai metode dalam menentukan luas luka bakar :
1.      Rumus Sembilan (Rule of Nines)
Estimasi luas permukaan tubuh yang terbakar disederhanakan dengan menggunakan Rumus Sembilan. Rumus Sembilan merupakan cara yang cepat untuk menghitung luas daerah yang terbakar. Sistem tersebut menggunakan persentase dalam kelipatan sembilan terhadap permukaan tubuh yang luas.
Merupakan cara yang baik dan cepat untuk mengukur luas luka bakar pada orang dewasa. Tubuh dibagi menjadi area 9%, dan total daerah yang terkena luka bakar dapat dihitung. Tetapi cara ini tidak akurat pada anak-anak. Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi dan rumus 10-15-20 untuk anak. Untuk anak, kepala dan leher 15 %, badan depan dan belakang masing-masing 20 %, ekstremitas atas kanan dan kiri masing-masing 10 %, ekstremitas bawah kanan dan kiri masing-masing 15 %.

gambar rumus sembilan (rule of nines) pada anak-anak

2.      Metode Lund and Browder
Metode yang lebih tepat untuk memperkirakan luas permukaan tubuh yang terbakar adalah metode Lund dan Browder yang mengakui bahwa persentase luas luka bakar pada berbagai bagian anatomik, khususnya kepala dan tungkai, akan berubah menurut pertumbuhan. Dengan membagi tubuh menjadi daerah-daerah yang sangat kecil dan memberikan estimasi proporsi luas permukaan tubuh untuk bagian-bagian tubuh tersebut, kita bisa memperoleh estimasi tentang luas permukaan tubuh yang terbakar. Evaluasi pendahuluan dibuat ketika pasien tiba di rumah sakit dan kemudian direvisi pada hari kedua serta ketiga paska luka bakar karena garis demarkasi biasanya baru tampak jelas sesudah periode tersebut.
Tabel ini, apabila digunakan dengan benar, merupakan cara yang paling akurat. Tabel ini mengkompensasi variasi bentuk tubuh dengan umur, sehingga dapat memberikan perhitungan luas luka bakar yang akurat pada anak-anak.
                      Metode Lund and Browder

3.      Metode Telapak Tangan
Pada banyak pasien dengan luka bakar yang menyebar, metode yang dipakai untuk memperkirakan persentase luka bakar adalah metode telapak tangan (palm method). Lebar telapak tangan pasien kurang lebih sebesar 1% luas permukaan tubuhnya. Lebar telapak tangan dapat digunakan untuk menilai luas luka bakar.

4.      Komplikasi
Anak yang mengalami cedera panas rentan mengalami komplikasii serius, baik dari luka maupun dari perubahan sistemik akibat cedera. Ancaman yang paling cepat mengancam jiawa anak berkaitan dengan gangguan jalan nafas dan syok. Selam penyembuhan, infeksi-baik lokal maupun sepsis sitemik-merupkan komplikasi utama. Angka kematian akibat trauma panas pada anak-anak meningkat seiring dengan keparahan cedera dan menurun seiring dengan pertambahan usia.pada nak-anak yang berusia lebih dari 3 tahun, angka mortalitas sama dengan dewasa. Dibawah usia ini, angka keselamtan anak yang menderita luka bkar dan komplikasi penyertaannya berkurang secara bermakna.
Cedera pennafasan yang tidak teralalu tampak adalah inhalasi karbon monoksida. Karbon monoksida memiliki kemampuan mengikat hemoglomin lebih besar daari pada oksigen. Dengan demikian menghilangkan oksigen yang diperlukan oleh jaringan feriper dan oragan-organ yang bergantung pada oksigen( seperti jantung dan otak) utnuk bertahan hidup. Terapi untuk mengatasi kedua masalah tersebut adalah oksigen 100%, yang akan membalik kondisi dengan cepat.
Masalah paru merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak yang mengalami luka bakar panas atau komplikasi dalam saluran pernafaan. Maslah pernafasan mencakup cedera inhalasi, aspirasi pada pasien ayng tidak sadar, pneumonia bakteri, edema paru, embolus paru, insufisiensi paru pasca trauma, dan atelektasis. Penyebab gagal nafas yang paling sering pada kelompok usia pediatrik adalah pnemonia bakteri, yang memerlukan intubasi dalam waktu lama dan kadang-kadang membutuhkan trakheostomi. Trakeostomi meningkatkan insidensi keseriusan komplikasi, dan dilakukan hanya pada kasus yang ekstrim.
Komplikasi yang lebih jarang terjadi adalah dedema paru akibat kelebihan beban cairan atau sindrom gawat panas akut(ARDS, acute respiratory disters syndrome) yang menyertai sepsis gram negatif. Sindrom ini di akibatkan oleh kerusakan kapiler paru dan kebocoran cairan kedalam ruang interstisial paru. Kehilangan kemampuan mengembang dan gangguan oksigenasi merupkan akibat dari insufisiensi paru dalam hubungannya dengan siepsis sistemik (wong,2008).

5.      Penatalaksanaan
a.       Fase Akut atau Intermediet Perawatan Luka Bakar
Pada fase akut ini dilakukan perawatan luka umum seperti:
1)      Pembersihan Luka
Hidroterapi dengan perendaman total dan bedside bath adalah terapi rendaman disamping tempat tidur. Selama berendam, pasien didorong agar sedapat mungkin bergerak aktif. Hidroterapi merupakan media yang sangat baik untuk melatih ekstremitas dan membersihkan luka seluruh tubuh.
2)      Terapi Antibiotik Topikal
Ada tiga preparat topikal yang sering digunakan yaitu silver sulfadiazin, silver nitrat, dan mafenide asetat.
3)      Penggantian balutan
Dalam mengganti balutan, perawat harus menggunakan APD. Balutan atau kasa yang menempel pada luka dapat dilepas tanpa menimbulkan sakit jika sebelumnya dibasahi dengan larutan salin atau bial pasien dibiarkan berandam selama beberapa saat dalam bak rendaman. Pembalut sisanya dapat dilepas dengan hati-hati memakai forseps atau tangan yang menggunakan sarung tangan steril. Kemudian luka dibersihkan dan didebridemen untuk menghilangkan debris, setiap preparat topikal yang tersisa, eksudat, dan kulit yang mati. Selama penggantian balutan ini, harus dicatat mengenai warna, bau, ukuran, dan karakteristik lain dari luka.
4)      Debridemen
Tujuannya adalah untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda asing sehingga pasien dilindungi dari invasi bakteri dan untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati. Debridemen ada 3 yaitu:
a)    Alami : jaringan mati akan memisahkan diri secara spontan
b)    Mekanis : penggunaan gunting bedah dan forsep untuk memisahkan dan mengangkat jaringan mati
c)    Bedah : tindakan operasi dengan melibatkan eksisi primer seluruh tebal kulit sampai mengupas kulit yang terbakar
5)      Graft Pada Luka Bakar
Adalah pencacokan kulit. Selama proses penyembuhan luka akan terbentuk jaringan granulasi. Jarinagn ini akan mengisi ruangan ditimbulkan oleh luka, membentuk barier yang merintangi bakteri dan berfungsi sebagai dasar untk pertumbuhan sel epitel.
6)      Dukungan Nutrisi
Nutrisi yang diberikan adalah TKTP untuk membantu mempercepat penyembuhan luka.
Kebutuhan metabolik dan katabolisme yang tinggi pada luka bakar berat membuat kebutuhan nutria sangat penting dan sering kali sulit dipenuhi. Diet harus menyediaka kalori yang cukup  untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolic dan protein untuk menghindari peecahan protein.
Diet tinggi protein dan tinggi kalori di anjurkan setelah resolusi ileusparalitik. Akan tetapi, banyak anak memilki nafsu makan buruk dan tidak mampu memenuhi kebutuhan energy hanya dengan pemberian makanan secara oral. Sebagian besar anak dengan luka bakar ayng lebih dari 22% TSBA memerlukan tambahan makanan melalui selang.
7)      Terapi penggantian cairan
Tujuan terapi cairan adalah mengkompensasi kehilngan air dan natrium pada area trauma dan ruang interstitial,mengganti kekurangan natrium,mengemblikan volume sirkulasi memberikankan perfusi yang adekuat dan meningkatkan fungsi ginjal.
Penggantian cairan diperlukan selama 24 jam pertama karena perpindahan cairan tengah terjadi. Banyak formul yang digunakan untuk menghitung kebutuhan ini,dan formula yang dipakai bergantung pada pilihan praktisi. Larutan kristaloid digunakan selama fase awal terapi. Keadekuatan resusitasi cairan ditentukan oleh parameter, misalnya tanda-tanda vital (terutama frekuensi nadi), volume haluaran urin, keaekuatan pengisian kapiler dan status snsorium. Setelah periode 24 jam pertama, secara teoritis terjadi sumbat kapiler dan permiabelitas kapiler membaik. Larutan koloid seperti albumin, plasmalit atau plasma segera beku bermanfaat dalam mempertahankan volume plasma. Meski demikian, anak  dengan cedera luka bakar biasanya memerlukan cairan lebih dari perhitungan rumatan dan penggantian volume.
b.      Fase Rehabilitasi
Meskipun aspek jangka panjang pada perawatan luka bakar berada pada tahap akhir, tetapi proses rehabilitasi harus segera dimulai segera setelah terjadinya luka bakar sama seperti periode darurat. Fase ini difokuskan pada perubahan citra diri dan gaya hidup yang dapat terjadi. Kesembuhan luka, dukungan psikososial dan pemulihan aktifitas fungsional tetap menjadi prioritas. Fokus perhatian terus berlanjut pada pemeliharaan keseimbangan cairan dan elekrolit serta perbaikan status nutrisi. Pembedahan rekonstruksi pada bagian anggota tubuh dan fungsinya yang terganggu mungkin diperlukan. Untuk perawatan lanjutan dapat bekerjasama dengan fisioterapi agar dapat melatih rentang gerak (Smeltzer, 2001, 1918).
Tindakan penyelamatan jiwa, meliputi hal berikut:
1.    Pastikan dan pertahankan jalan nafas yang memadai dengan menggunakan oksigen lembab melalui sungkup atau, jika perlu, intubasi nasotrakhea ( terutama jika penderita mengalami luka bakar atau jika luka bakar bertambah di ruang tertutp). Sebelum edema muka dan laring menjadi jelas. Jika dicurigai ada hipoksia atau keracunan karbon monoksida, harus diberikan oksegen 100%.
2.    Resusitasi cairan intravena : anak dengan luka bakar lebih dari 15% luas permukaan tubuh memerlukan resusitasi cairan intravena untuk mempertahankan perfusi yang memadai. Semua penderita dengan inhalsi, tanpa melihat luasnya luas permukaan tubuh yang terbakar, memerlukan jalur intravenna untuk mengendalikan masuknya cairan. Semua cedera elektrik dan tegangan tinggi memerlukan jalur intravena untuk melakukan deuresis alkali pasca jika terjadi cedera otot dan mioglobinuria. Larutan ringer laktat, 10-20 ml/kg/jam ( dapat digunakan larutan salin normal jika tidak ada ringer laktat), di infuskan sampai dapat dihitung penggantian cairan yang sesuai.
3.    Evaluasi cedera yang menyertai, yang sering terjadi pada penderita dengan riwayat luka bakar elektrik tegangan tinggi, terutama jika jatuh dari ketinggian. Dapat terjadi cedera tulang belkang, tulang dan organ thorak arau intra-abdomen. Ada resiko amata tinggi kelainan jantung, seperti takikardi atau fibriasi ventrikel akibat konduktifitas voltage elektrik tinggi.
4.    Penderita dengan luka bakar lebih besar dari 15% luas permukaan tubuh tidak boleh diberi cairan peroral (pada awalnya). Karena penderita ini tidak dapat mengalami ileus dan mungkin memerlukan pemasangan pipa nasogastrik diruang gawat darurat untuk mencegah erjadinya aspirasi.
5.    Semua luka haruss di bungkus dengan haduk steril sampai diputuskan melakukan terapi rawat jalan atau dirujuk ke fasilitas perawatan yang lebih sesuai (Behrman,1999).


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN


A.    Pengkajian

1.      Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.

2.      Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).

3.      Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.

4.      Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
5.      Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.

6.      Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).

7.      Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; sementara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.

8.      Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).



9.      Keamanan:
Tanda:
a.       Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
b.      Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
c.       Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
d.      Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
e.       Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jaringan parut tebal. Cedera secara umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
f.       Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
g.      Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).

10.  Pemeriksaan diagnostik:
a.       LED: mengkaji hemokonsentrasi.
b.       Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
c.       Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada  cedera inhalasi asap.
d.      BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
e.       Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
f.        Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
g.      Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
h.      Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

B.     Diagnosa Keperawatan

1.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera panas
2.      Resiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan luka bakar sirkumferensial
3.      Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan dan saraf serta dampak emosional cedera
4.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatic dan pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi
5.      Resiko ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan kehilangan panas dan gangguan pada mekanisme pertahanan kulit untuk mempertahankan suhu tubuh
6.       Kurang volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kehilangan akibat evaporasi dari luka
7.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan katabolisme dam metabolism, kehilangan selera makan.




C.     Intervensi
Diagnosa
Rencana Keperawatan
Tujuan Dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasionalisasi
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera panas
Tujuan: pasien menunjukkan tanda-tanda penyembuhan luka

Kriteria hasil: luka sembuh tanpa tanda-tanda kerusakan atau inflamasi 
1. Cukur rambut sampai kira-kira 5 cm dari tepi luka dan area sekitar luka dengan segera
2. Bersihkan luka dan kulit sekiarnya dengan seksama dan angkat debris jaringan yang mengalami devitalisasi
3. Jaga pasien untuk tidak menggaruk dan mengorek luka
4. Pertahankan perawatan luka
5. Diet tinggi kalori dan protein
6. Pantau tanda dan gejala infeksi pada luka
7. Balut jari-jari tangan dan kaki secara terpisah

1. Untuk menghilangkan reservoir untuk infeksi
2. Untuk menurunkan resiko infeksi dan untuk meningkatkan proses penyembuhan luka
3. Untuk mempertahankan proses penyembuhan luka
4. Untuk menghindari kerusakan jaringan yang sedang berepitelisasi dan bergranulasi
5. Untuk memenuhi kebutuhan protein dan kalori yang meningkat dikarenakan peningkatan metabolisme dan katabolisme.
6. Untuk mematikan pengenalan dan terapi yang tepat
7. Untuk mencegah perlekatan jaringan akibat kontak yang lama
Resiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan luka bakar sirkumferensial
Tujuan: pasien mempertahankan sirkulasi yang optimal ke daerah distal pada ekstremitas yang terbakar

Kriteria hasil: perfusi distal yang adekuat pada ekstremitas yang terbakar dapat dipertahankan
1. Pantau dengan cermat tanda dan gejala kompresi sirkulasi yang berhubungan dengan edema
2. Kaji denyut nadi yang melemah dengan Doppler dan pengisian kapiler yang memanjang
3. Tinggikan ekstremitas lebih tinggi dari jantung
4. Hindari balutan restriksi pada ekstremitas yang cedera
1. Untuk memastikan perfusi sirkulasi yang adekuat
2. Untuk mengetahui adanya penurunan perfusi distal
3. Untuk mencegah penurunan sirkulasi ekstremitas
4. Untuk mencegah penurunan sirkulasi ke ekstremitas
Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan dan saraf serta dampak emosional cedera
Tujuan: pasien mengalami penuurunan nyeri sampai tingkat yang dapat diterima anak

Kriteria hasil: anak menunjukkan pengurangan nyeri sampai tingkat yang dapat diterima anak
1. Beri posisi ekstensi
2. Implementasikan latihan fisik aktif dan pasif
3. Redakan iritasi

1. Untuk meminimalkan nyeri akibat latihan fisik yang dilakukan untuk mendapatkam kembali posisi ekstensi
2. Untuk meminimalkan pembentukan kontraktur
3. Untuk mencegah peningkatan nyeri
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatic dan pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi
Tujuan: pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi luka

Kriteria hasil:
1.   Kemugkinan sumber infeksi dihilangkan
2.   Luka menunjukkan tanda-tanda infeksi minimal atau tidak ada tanda-tanda infeksi
1. Pertahankan teknik cuci tangan yang seksama oleh tim medis dan pengunjung
2. Lakukan pengangkatan krusta dan lepuhan
3. Oleskan preparat antimikroba topical dan pasang balutan pada luka sesuai indikasi
4. Kaji data dasar dan lakukan serangkaian biakan luka
5. Pantau dengan cermat apakah ada tanda-tanda sepsis dan infeksi (disorientasi, takipnea, suhu di atas 39,5°C, hipotermia, distensi abdomen atau ileus intestinal, perubahan pada penampilan luka
1. Untuk meminimalkan pajanan terhadap agen infeksius
2. Untuk mengeliminasi reservoir bagi organism
3. Untuk mengendalikan proliferasi bakteri
4. Untuk memastikan adanya peningkatan atau penuruan flora luka
Resiko ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan kehilangan panas dan gangguan pada mekanisme pertahanan kulit untuk mempertahankan suhu tubuh
Tujuan: pasien mempertahankan pengaturan panas yang normal

Kriteria hasil: suhu tubuh pasien tetap dalam batas normal sesuai usianya
1. Kaji keadaan kulit untuk mendeteksi kedinginan, perubahan warna, dan pengisian kapiler (akrosianosis, warna bantalan kuku, dan bercak-bercak)
2. Pantau tanda-tanda vital, terutama suhu
3. Pantau apakah ada kedingina dan menggigil
4. Hindari pajanan terhadap prosedur yang menimbulkan stress dingin
1. Untuk mengidentifikasi penyesuaian vascular akibat kehilangan panas
2. Untuk mengidentifikasi kecenderungan yang sig ifikan
3. Untuk mengidentifikasi tanda-tanda kehilangan panas
4. Untuk mempertahankan suhu tubuh
Kurang volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kehilangan akibat evaporasi dari luka





Tujuan: pasian mempertahankan status hidrasi cairan yang adekuat selama periode akut pascaterbakar

Kriteria hasil: resusitasi cairan yang adekuat dipertahankan yang ditandai dengan perfusi jaringan yang adekuat dan mempertahankan haluaran urine
1. Berikan cairan kristaloid dan/atau cairan koloid per protocol, pantau efek dan pertahankan jalur intravena
2. Kaji status penggantian cairan
3. Pantau berat badan setiap hari
4. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium (hemoglobin, hematokrit, glukosa, kalium serum, natrium serum, protein serum, fosfor, dan magnesium)
1. Untuk mengganti kahilangan cairan yang berhubungan dengan luka bakar
2. Untuk mengetahui keseimbangan cairan yang sesuai
3. Untuk mengevaluasi status retensi cairan atau dieresis
4. Untuk mengidentifikasi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan katabolisme dam metabolism, kehilangan selera makan
Tujuan: pasien mendapat nutrisi yang optimum

Kriteria hasil: pasien mengkonsumsi nutrisi dengan jumlah yang memadai dan mempertahankan berat badan sebelum mengalami luka bakar
1. Sediakan makanan tinggi kalori dan protein
2. Sediakan makanan yang disukai pasien
3. Berikan makanan dan lingkungan yang menarik
4. Temani anak saat makan
5. Berikan pemberian makanan enteral tambahan sesuai program
6. Timbang berat badan per minggu
7. Catat dengan akurat asupan dan haluaran
8. Pantau diare atau konstipasi dan lakukan terapi segera
1. Untuk menghindari pemecahan protein dan memenuhi kebutuhan kalori yang meningkat
2. Untuk menstimulasi selera makan
3. Untuk mendorong napsu makan
4. Untuk menciptakan suasana makan seperti di rumah
5. Untuk memenuhi kebutuhan yang telah diperhitungkan
6. Untuk memantau status nutrisi
7. Untuk mengevaluasi kecukupan asupan makanan
8. Untuk menghindari intoleransi makanan

D.    Evaluasi
Keefektifan intervensi keperawatan ditentukan oleh pengkajian dan evaluasi perawatan yang kontinu berdasarkan pada pedoman pangamatan berikut:
1.      Amati perilaku anak selama seluruh aspek perawatan; dengarkan isyarat verbal, gunakan catatan pengkajian nyeri untuk mengevaluasi keefektifan analgesia.
2.      Amati luka bakar dan kondisi umum anak.
3.      Amati perilaku makan anak dan jumlah makanan yang dikonsumsi, timbang berat badan setiap hari jika diindikasikan.
4.      Inspeksi luka bakar untuk mendeteksi tanda-tanda infeksi, ukur tanda-tanda vital, amati apakaha ada komplikasi pernapasan, perdarahan lambung, perubahan kadar hemoglobin, dan tanda-tanda neorulogik.
5.      Amati apakan ada tanda-tanda penyembuhan, pembentukan jaringan parut, dan kontraktur, kaji keefektifan terapi fisik dan alat bantu.
6.      Amati perilaku anak dan keluarga, wawancara anak dan keluarga mengenai perasaan dan kekhawatiran mereka.

















BAB IV
PENUTUP


A.      Kesimpulan
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan salah satu jenis trauma yang mempunyai angka morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok ) sampai fase lanjut.
Luka bakar merupakan ruda paksa yang disebakan oleh tehnis. Kerusakan yang terjadi pada penderita tidak hanya mengenai kulit saja, tetapi juga organ lain. Penyebab ruda paksa tehnis ini berupa api, air, panas, listrik, bahkan kimia radiasi, dll. Luka bakar adalah suatu keadaan dimana integritas kulit atau mukosa terputus akibat trauma api, air panas, uap metal, panas, zat kimia dan listrik atau radiasi.
Pada kasus luka bakar ini harus diperhatikan berbagai aspek, karena pada kasus luka bakar memerlukan biaya yang sangat besar, perlu perawatan yang lama, perlu operasi berulang kali, bahkan meskipun sembuh bisa menimbulkan kecacatan yang menetap, sehingga penanganan luka bakar sebaiknya dikelola oleh tim trauma yang terdiri dari tim spesialis bedah ( bedah plastik, bedah toraks, bedah anak ), intensitas, spesialis penyakit dalam (khususnya hematologi, gastroenterologi, ginjal dan hipertensi), ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikolog, namun celakanya seringkali menimpa orang-orang yang tidak mampu.

B.     Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari tentu banyak terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan dukungan yang berupa kritik dan masukan yang membangun agar kedepan lebih baik. Dan semoga melalui makalah seminar ini mahasiswa dapat lebih mengetahui dan mengerti tentang bagaimana cara merawat pasien terutama anak-anak yang mengalami luka bakar secara benar dan tepat, serta memiliki skill yang baik sehingga kelak dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat.













DAFTAR PUSTAKA

Wong, Donna L,dkk. 2008. buku ajar keperawatan pediatric vol.2. Jakarta:EGC
Behrman, Richard E,dkk. 1999. Ilmu kesehatan anak nelson. Jakarta:EGC.
Smeltzer, Suzanne,dkk.2002. buku ajar keperawatan medical bedah.      Jakarta:EGC.
Suriadi & Yuliani, (2001) Asuhan Keperawatan pada Anak,  jakarta: CV. Sagung Seto.
http://refratpresusb4703l.blogspot.com/2010/10/luka-bakar-pada-anak.html.